Walimatul 'Ursy yang lebih kita kenal dengan walimah atau pesta nikah, sejatinya mudah. Namun karena ketidaktahuan masyarakat terhadap syari'at, maka walimah menjadi lebih susah dan berat.
Pengalaman tetangga berikut menjadi contoh nyata. Sebut saja Pak Atma (47 tahun), walau anaknya tidak menuntut macam-macam saat berniat walimahan, tapi dia berusaha sekuat tenaga agar pernikahan anaknya nampak wah dan meriah.
Maka berbagai langkah ditempuh. Dari mulai menjual perhiasan dan tanah hingga pinjam uang kepada tetangga dan kerabat, bahkan pinjam ke bank karena persediaan uang dirasa belum cukup.
Bahkan ada yang lebih seru. Karena pernikahan terakhir dan yang menikah adalah anak perempuan bungsu, maka walimahan dilaksanakan habis-habisan. Undangan yang disebar jumlahnya beribu-ribu, waktu walimahan pun hampir seminggu.
Pertanyaannya, benarkah Islam mengajarkan seperti itu? Bukankah Islam tidak pernah membebani ummat melebihi kemampuannya? Bagaimana sebenarnya Islam mengatur pelaksanaan walimahan ini? Apa yang perlu dilakukan dalam walimahan agar kelak rumah tangganya menjadi sakinah, mawaddah warahmah?
Konsep Walimah dalam Islam
Ketika sebuah pasangan suami-istri baru terbentuk, Islam mewajibkan pelaksanaan walimah. Rasulullah bersabda,"Untuk satu (sepasang) pengantin harus diadakan walimah". (Ahmad: V/359).
Dalam kesempatan lain, saat Abdurrahman bin 'Auf radhiyallahu 'anhu memberitahu Rasulullah salalahu alaihi wasalam bahwa dirinya telah menikah dengan seorang wanita Anshar, maka beliau bersabda,"Semoga Allah memberkahi pernikahanmu. Adakanlah walimah meski hanya dengan satu ekor kambing." (Bukhari: IV/232).
Selain mengandung nilai ibadah, walimah tidak lepas dari nilai muamalah. Sebut saja berkunjungnya para tamu undangan serta memberikan do'a kepada kedua mempelai pengantin, menunjukkan nilai sosial yang begitu kental dalam pelaksanaan sebuah walimahan.
Beberapa hadits sohih menyebutkan indikasi nilai sosial dalam walimahan. Ambil misal, orang-orang kaya dianjurkan ikut memberi sumbangan dalam acara walimah saudaranya. Saat walimah berlangsung, tidak boleh hanya orang kaya yang diundang. Orang yang diundang dalam acara walimahan pun wajib menghadirinya apabila tidak ada halangan yang dibenarkan aturan agama.
Tidak hanya itu. Orang yang sedang berpuasa sunnah sekalipun, ia wajib menghadiri undangan walimah dan membatalkan puasa sunnahnya. Puasa sunnah yang dbatalkan orang yang menghadiri walimahan pun tidak wajib diganti.
Tidak Melebihi Kemampuan
Pada dasarnya ajaran Islam tidak mengatur berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk satu acara walimah nikah, sebagaimana Islam tidak menentukan bagaimana model dan tingkat kemeriahan acara walimah. Intinya, walimahan dilaksanakan sekadarnya, sesuai kemampuan orang yang melaksanakannya.
Sekarang ini, banyak masyarakat yang mengadakan walimahan melebihi kemampuannya. Mereka memaksakan diri melaksanakan walimah nikah di gedung-gedung megah atau hotel mewah. Tentu ini adalah sesuatu yang keliru dan perlu segera diluruskan.
Beberapa hadits sohih menunjukkan bagaimana Rasululloh dan para sahabatnya melaksanakan walimahan secara sederhana. Seperti hadits di atas, saat Abdurrahman bin Auf radhiyallahu 'anhu memberitahu Rasululloh bahwa dirinya sudah menikah dengan salah satu perempuan Anshar, maka Rasululloh memerintahkan sahabat tersebut merayakan walimahannya walau hanya dengan memotong seekor kambing.
Dalam hadits lainnya, seperti diriwayatkan Bukhori (VII/387) diceritakan, ketika Rasululloh menikahi Shafiyah, maka beliau mengadakan walimah nikah dengan menu makanan yang sederhana. Tidak terhidang roti apalagi daging dalam jamuan walimah Rasululloh tersebut.
Maka apa yang dilakukan Rasululloh di atas menjadi dasar bagi kita untuk mengadakan walimahan semampunya kita, walaupun tanpa hidangan daging. Saat itu Rasululoh hanya menjamu para tamu undangan walimahan dengan kurma, keju, dan minyak samin.
Maka selayaknya kita bertanya kepada diri masing-masing, patutkah kita memaksakan diri melaksanakan walimahan yang mewah? Walaupun kita harus berhutang ke sana ke mari? Padahal Rasululloh sendiri menggelar walimahan yang demikian sederhana?
Menggelar resepsi pernikahan secara besar-besaran di gedung atau hotel mewah merupakan tindakan berlebih-lebihan (israf) yang tidak disukai Islam. Allah berfirman," Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan. (Q.S. Al A'raf: 31).
Tindakan berlebihan apalagi habis-habisan saat walimahan tentu bukan tindakan bijak dan elegan. Selain tidak sesuai tuntunan agama Islam, hal tersebut tidak tepat dalam perhitungan ekonomis. Bukankah walimahan hanya pintu gerbang untuk menempuh perjalanan rumah tangga yang panjang? Kenapa harta yang ada harus dihambur-hamburkan untuk sebuah acara yang bisa dibuat lebih sederhana?
Tidak jarang ditemukan, ketika selesai walimahan, pasangan suami istri baru justeru menghadapi tumpukan utang yang harus segera dibayar. Sering terjadi pula, saat melahirkan anak kedua atau ketiga, sepasang suami-istri baru bisa membereskan utang biaya walimahannya.
Adab-Adab WalimahIslam sebagai agama yang mengatur semua urusan, termasuk didalamnya walimahan telah memberikan penjelasan secara gamblang. Maka, ketika kita mengadakan walimah perlu diperhatikan adab-adab walimah sebagai berikut:
a. Walimah dilaksanakan setelah pasangan suami-istri terbentuk dan dilakukan selama tiga hari. Tentu saja, ketentuan walimahan dilakukan selama tiga hari tidak bermakna harus sehingga wajib dilaksanakan tiga hari berturut-turut. Rasulullah memang pernah melaksanakan walimahan selama tiga hari, tapi itu hukumnya boleh-boleh saja. Intinya walimahan dilakukan sesuai kemampuan dan tidak berlebih-lebihan.
b. Dalam walimah hendaknya diundang orang-orang shalih, baik mereka yang miskin maupun yang kaya. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah,"Janganlah engkau bergaul melainkan dengan orang-orang mukmin dan jangan makan makananmu melainkan orang-orang yang bertakwa". (Hasan, Riwayat Abu Dawud: 4832). Rasulullah pun mengingatkan kita,"Makanan yang paling buruk adalah makanan dalam walimah yang hanya mengundang orang-orang kaya saja untuk makan, sedangkan orang miskin tidak diundang. Barang siapa tidak menghadiri undangan walimah, maka ia durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya". (Sohih, Riwayat Bukhori: 5177).
c. Walimah dilakukan dengan menyembelih seekor kambing atau lebih bagi yang mampu.
d. Orang yang diundang menghadiri walimah, maka ia wajib memenuhi undangan tersebut. Wajibnya menghadiri undangan walimahan ini apabila tidak ada sebab-sebab yang menggugurkan kewajibannya. Beberapa hal yang dapat menggugurkan kewajiban menghadiri undangan walimah diantaranya; adanya kemaksiatan dalam walimahan seperti ikhtilat (campur baur laki-laki dan perempuan), adanya musik, gambar dan patung, atau standing party yaitu makan dan minum sambil berdiri. Sebab lain yang menjadikan seseorang boleh tidak menghadiri undangan walimah yaitu alasan yang kuat seperti jarak yang jauh atau karena kesibukan.
e. Tamu undangan disunnahkan mendo'akan tuan rumah setelah makan. Do'a yang diberikan hendaknya do'a sohih yang diajarkan Rasululloh. Salah satu do'anya yaitu,"Ya Allah ampunilah mereka, sayangilah mereka dan berkahilah apa-apa yang Engkau karuniakan kepada mereka". (Sohih, Riwayat Ahmad: IV/187-188).
f. Tamu undangan disunnahkan mendo'akan kedua mempelai dengan do'a yang sohih. Salah satunya,"Semoga Allah memberkahimu dan memberkahi pernikahanmu, serta semoga Allah mempersatukan kalian berdua dalam kebaikan". (Riwayat Abu Dawud: 2130).
g. Disunnahkan menabuh rebana saat walimahan. Ada dua faedah didalamnya yaitu; mempublikasikan pernikahan dan menghibur kedua mempelai. Harus diperhatikan, yang disunnahkan adalah menabuh rebana dan nyanyiannya dimainkan oleh gadis yang masih kecil. Isi nyanyian pun tidak boleh mengandung kemaksiatan atau pelanggaran syari'at. Adapun musik dan nyanyian yang seperti dangdut, pop, rock, jaipongan, dan yang lainnya tidak diragukan lagi keharamannya.
Bid'ah-Bid'ah Walimah yang harus Dihindari
Perlu ditegaskan juga di sini, kita harus menghindari berbagai kemaksiatan dan bid'ah yang sering terjadi dalam walimahan. Agar walimah nikah menjadi berkah, tentu kita harus berusaha agar walimahan yang dilaksanakan diridhoi Allah yang salah satu caranya adalah menghindari kemaksiatan dan bid'ah dalam walimah.
Secara ringkas kemaksiatan dan bid'ah yang sering terjadi di sebagian besar masyarakat kita saat melaksanakan walimahan yaitu;
a. mengikuti upacara adat seperti menginjak telur, sembah sungkem, pasang sesaji, pasang janur, dan lainnya
b. mencukur jenggot bagi laki-laki
c. mencukur alis mata bagi wanita
d. memajang kedua mempelai di depan tamu undangan
e. kepercayaan terhadap hari baik dan sial dalam menentukan waktu pernikahan
f. mengucapkan selamat ala ucapan kaum jahiliyah yaitu kata-kata"Birrafaa' wal baniin" (semoga rukun dan banyak anak). Islam telah melarang ucapan ini dan menggantinya dengan do'a yang lebih baik.
g. adanya ikhtilat yaitu campur baurnya laki-laki dan perempuan tanpa ada hijab (pembatas)
h. musik
i. meninggalkan solat wajib, baik kedua mempelai, tuan rumah, maupun orang-orang yang membantu pelaksanaan walimahan
j. adanya lukisan, gambar, dan patung
k. membuat panggung hiburan seperti dangdut, pesta joget muda-mudi, wayang, ketoprak, layar tancap, gambus, marawis, dan yang lainnya yang tidak layak dilakukan kaum muslimin.
Walimatul 'Ursy merupakan gerbang pertama bagi sepasang manusia untuk memasuki kehidupan yang lebih luas dan menantang. Harus diusahakan gerbang pertama ini dipenuhi kebaikan dan berkah sehingga perjalanan berikutnya menjadi mudah dan berkah. Kalau di pintu gerbangnya saja sudah dipenuhi kemaksiatan, dikhawatirkan pintu-pintu berikutnya makin susah dan tidak berkah.
Maka agar walimah menjadi berkah, mari kita tegakkan dan syi'arkan pelaksanaan walimahan yang sesuai tuntunan Islam yang dijelaskan oleh Rasulullah salalahu alaihi wasalam. (Tata Tambi)
Komentar
Posting Komentar